SiteMap : Home » Budaya » Kisaeng, Wanita Penghibur Korea Kuno
Follow @CoAd_minSPB
Kisaeng, gisaeng atau ginyeo (기녀), adalah wanita yang berprofesi sebagai penghibur di Korea pada zaman Dinasti Goryeo dan Dinasti Joseon. Kisaeng bekerja untuk menghibur raja dan para bangsawan. Diperkirakan muncul sejak zaman Dinasti Goryeo, Kisaeng umumnya adalah penghibur yang dilegalkan pemerintah, yang juga terjun dalam banyak bidang pekerjaan lain. Sebagian besar kisaeng dipekerjakan di istana, yang lainnya dan tersebar di seluruh negeri. Kisaeng dilatih secara ketat dan umumnya sangat mahir dalam bidang seni seperti menari, melukis, dan membaca puisi dan sajak. Walau begitu mereka sering diremehkan karena status sosialnya yang rendah. Kisaeng bekerja dalam banyak bidang selain menghibur, seperti di bidang kedokteran dan jahit menjahit. Dalam beberapa hal, kisaeng juga bekerja membantu tentara di pusat militer.
Tarian Pedang Jinju Gisaeng
Kisaeng dalam sejarah maupun cerita fiksi, memainkan peran penting dalam budaya tradisional Korea pada masa lalu. Salah satu cerita tertua dan paling terkenal, Chunhyang-jeon, menceritakan kisaeng sebagai tokoh utama. Walau banyak nama para kisaeng sudah terlupakan, ada sedikit yang diingat karena bakat dan kesetiaannya, yang paling terkenal mungkin kisaeng dari abad ke-16, Hwang Jin-i.
Hwang Jin I
Hwang Jin-i (1520 - 1560, tanggal lahir dan kematian tidak diketahui), adalah seorang kisaeng yang paling terkenal yang hidup pada masa Dinasti Joseon semasa rezim Raja Jungjong. Hwang Jin-i sangat terkenal karena kecantikan dan kepandaiannya. Kehidupan personalnya telah jadi cerita yang legendaris di Korea dan telah diangkat dalam berbagai pentas seni tradisional dan opera. Hwang Jin-i sangat pandai menari , memainkan alat musik dan membaca sajak sijo.
Dua buah karya sijo Hwang Jini yang paling dikenal:
Dua buah karya sijo Hwang Jini yang paling dikenal:
"동짓달 기나긴 밤을.."동짓달 기나긴 밤을 한 허리를 버혀 내어춘풍 니불 아래 서리서리 넣었다가어론님 오신 날 밤이어든 굽이굽이 펴리라Oh that I might capture the essence of this deep midwinter nightAnd fold it softly into the waft of a spring-moon quilt,Then fondly uncoil it the night my beloved returns.
"청산리 벽계수(靑山裏 碧溪水)야..."청산리 벽계수(靑山裏 碧溪水)야 수이 감을 자랑 마라.일도창해(一到滄海)하면 다시 오기 어려우니명월(明月)이 만공산(滿空山)할 제 쉬어간들 어떠리.Respectable Byuk Kye-Soo, do not boast of leaving so early.When you venture out to the sea, it will be difficult to return.The full bright moon above the empty mountain, how about staying here to rest.
Menjadi seorang Kisaeng
Wanita dapat menjadi kisaeng dengan berbagai cara, sebagian besar adalah putri dari kisaeng yang mewarisi status ibunya. Yang lain dijual ke gijeok oleh keluarga miskin yang tidak mampu memelihara anak-anaknya. Mereka inipun berasal dari kelas cheonmin (budak), namun kadang-kadang ada pula keluarga miskin dengan status lebih tinggi menjual anak mereka dengan cara ini. Pada beberapa kasus, bahkan wanita kelas bangsawan (yangban) akan dijadikan kisaeng karena melanggar norma sopan-santun.
Pemerintah ikut andil dalam memajukan pendidikan dan kebudayaan, yang diawali dengan pengesahan gyobang, institusi pelatihan atau padepokan istana yang mencurahkan pelatihan musik dan tari untuk kisaeng-kisaeng baru (gwonbeon). Sistem ini berkembang pesat di periode akhir Joseon. Kota Pyongyang terkenal akan sekolah-sekolah musik dan tari yang paling berkualitas dimana sampai masa penjajahan Jepang masih terdapat beberapa yang berlanjut beroperasi.
Karier seorang Kisaeng
Karier sebagian besar kisaeng sangat pendek, rata mencapai puncak pada usia 16 atau 17, dan sedikit yang diatas 22 tahun. Hanya sedikit kisaeng yang dapat berkarir lebih lama dari umur tersebut. Untuk itulah kisaeng mendapat pelatihan minimal sejak usia 8 tahun. Semua kisaeng, bahkan yang tidak bekerja sebagai penghibur diwajibkan oleh undang-undang untuk pensiun pada usia 50. Prospek yang paling baik agar kisaeng dapat bertahan lama dalam karirnya adalah dengan menjadi istri seorang pejabat tinggi pemerintahan. Namun untuk itu, mereka harus dibebaskan dulu dari kelas mereka, dimana hanya sedikit sekali pejabat atau pegawai di Joseon yang mampu mengeluarkan uang yang cukup banyak. Setelah karirnya meredup, para kisaeng kebanyakan akan bekerja di kedai minuman. Di periode akhir Joseon, dibentuklah sistem 3 tingkatan.
Tingkat tertinggi dimiliki oleh haengsu, yang menyanyi dan menari di pesta-pesta warga kelas atas. Kisaeng haengsu tidak diizinkan untuk menghibur sampai mereka berusia 30 tahun. Namun mereka juga dapat bekerja di bidang lain seperti membuat pakaian dan meracik obat-obatan sampai mencapai usia 50 tahun. Haengsu umumnya bekerja di istana dan disebut seonsang. Mereka juga bertanggung jawab atas pelatihan kisaeng-kisaeng baru di tiap distrik. Kisaeng tingkat paling bawah adalah samsu. Samsu dilarang menampilkan tarian dan menyanyikan lagu karya haengsu. Sistem ini seperti layaknya pembagian kelas masyarakat Dinasti Joseon, runtuh di akhir abad ke-19.
Selama masa karirnya, beberapa kisaeng mampu memperoleh kekayaan yang cukup besar. Namun mereka harus membiayai sendiri pangan, pakaian dan kosmetiknya.
Menurut Kelas Sosial
Sejak dari zaman Dinasti Goryeo dan Joseon, kisaeng digolongkan ke dalam kelas cheonmin, kelas paling rendah dalam masyarakat bersama para tukang daging dan budak. Status sosial adalah turunan, jadi anak dari kisaeng juga adalah cheonmin, dan anak perempuan dari kisaeng pastinya akan menjadi kisaeng pula. Mulai di zaman Dinasti Goryeo, kantor pemerintahan di tiap distrik menyimpan data para kisaeng untuk memudahkan pengawasan. Hal sama berlaku untuk para budak lain. Kisaeng hanya dapat bebas dari posisinya jikalau membayar uang yang cukup banyak kepada pemerintah, hal ini biasanya hanya bisa dilakukan oleh patron kaya, umumnya pegawai dari kantor pemerintahan.
Banyak kisaeng sangat berbakat dalam membuat puisi dan sejumlah sijo yang ditulis kisaeng masih tersisa. Karya mereka seringkali melukiskan rasa sakit hati dan putus cinta, serupa dengan tema puisi yang ditulis para cendekiawan dalam pengasingan. Selain itu, beberapa karya puisi kisaeng yang paling terkenal ditulis untuk meyakinkan para bangsawan untuk menghabiskan malam bersama. Sijo lalu dikenal sebagai karya puisi kisaeng, sementara wanita bangsawan berfokus pada karya gasa.
Kisaeng yang dipekerjakan di kantor pemerintahan lokal dikenal sebagai gwan-gi, dengan statusnya dibedakan sekali dari budak lain yang juga dipekerjakan di istana. Mereka terdata secara terpisah pada data sensus. Kisaeng juga dianggap berkedudukan lebih tinggi dari budak walau sebenarnya mereka semua masuk ke kelas cheonmin. Karena itu, kadang-kadang dikatakan "memiliki tubuh di kelas bawah namun berpikir layaknya bangsawan."
Samsir Plagiator Blogz - Source