Minggu, 04 September 2011

5 Bintang Layar Perak Indonesia Di Era 50-60an

SiteMap : Home » » 5 Bintang Layar Perak Indonesia Di Era 50-60an



Sebarkan Artikel

Artis layar perak Indonesia 50–60 an tidak bisa dilupakan begitu saja, mereka adalah bagian dari sejarah panjang perfilaman nasional. Walaupun pada kenyataannya terlupakan oleh media massa dan masyarakat kita sekarang. Padahal bakat dan kemampuan berperan mereka tidak boleh dipandang sebelah mata, dan tidak hanya bermodalkan paras cantik dan ayu saja. Berikut adalah  aktris perempuan Indonesia yang merajai layar perak di era 50-60 an:


1. Citra Dewi  (1934-2008)
Perempuan ayu kelahiran Cirebon, 26 Januari, merupakan salah satu aktris terbaik yang pernah dimiliki oleh bangsa Indonesia, memiliki bakat yang luar biasa dan dibalut dengan sebuah kecantikan.

Citra Dewi, atau Rr. Patma Dewi Tjitrohadikusumo, tercatat sebagai siswa Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI) . Memasuki dunia film sebagai pemain pembantu dalam Tamu Agung. Kemudian memegang peranan utama dalam berbagai film, antara lain: Asrama Dara (1958), Tiga Dara (1960), Holiday in Bali (1962), Nyi Ronggeng (1970), Nyai Dasima (1973).
Sejak 1972 ia sudah menjadi produser. Dan pada tahun 1979, ia meraih Hadiah Citra sebagai aktris pembantu terbaik melalui film Gara-gara Isteri Muda. Selain penghargaan di atas, Citra Dewi juga menyabet sederet penghargaan lain atas pengabdiannya di dunia perfilman Indonesia.

Chitra Dewi wafat, pada hari Selasa 28 Oktober 2008 di kediamannya Perumahan Puri Flamboyan, Rempoa, Tangerang, Banten. Jenazahnya dimakamkan di pemakaman Jabang Bayi, Cirebon, Jawa Barat.





2. Indriati Iskak (1942)
Indriati Iskak, juga dikenal sebagai Indri Makki, atau dengan nama lahir Indriati Gerard Bernardina lahir di Surabaya, Jawa Timur, 9 Juni 1942 (68 tahun) adalah pemeran wanita Indonesia pada era 1950-an dan 1960-an. Penganut Katolik dan putri pertama dari R. Iskak (sutradara, penulis skenario dan penggubah lagu) ini terkenal dengan perannya di Tiga Dara bersama Mieke Widjaya, dan Chitra Dewi.

Film tersebut merupakan debutnya yang pertama di dunia perfilman Indonesia, yang langsung menjadi box office. Indri juga tampil di beberapa film lainnya yang kurang begitu berhasil, kecuali perannya di film Djuara Sepatu Roda bersama bankir terkenal Robby Djohan. Selain membuat film, Indri juga dikenal sebagai anggota kelompok The Baby Dolls bersama Rima Melati, Baby Huwae dan Gaby Mambo, bernyanyi dan menari di panggung, baik di ibu kota maupun di daerah.

Pada tahun 1988 mereka, menyelenggarkan acara sosial “Nostalgia” dalam rangka pengumpulan dana untuk Yayasan Ginjal Indonesia untuk pengobatan dialysis (cuci darah) gratis untuk Baby Huwae, yang akhirnya wafat di tahun sama.




3. Sofia WD (1925-1986)
Lahir Senin, 12 Oktober,di Bandung. Pendidikan terakhir  HIS. Dimasa pendudukan Jepang, ia masuk sekolah sandiwara Pimpinan Andjar Asmara. Nama Sofia WD dipakai mulai tahun 1964 setelah cerai dengan S Waldy dan menikah dengan WD Mochtar. Sofia WD banyak mempelajari teknik penyutradaraan, kamera dan penataan gambar (editing) dari bersaudara Yoshua dan Othniel Wong.

Ketika membintangi “Djula Djuli Bintang Tiga” (1956), diberi kesempatan untuk membantu memegang kamera. Tahun 1960, untuk pertama kalinya ia berkesempatan menyutradarai film “Badai Selatan” yang diproduksi Ibukota Film, disamping menjadi Direktris perusahaan tersebut. Selain main dalam film, ia pernah mengadakan pertunjukan keliling Indonesia ditahun 1960-1969, dengan membawa “Libra Musical Show” yang dipimpinnya, dan sering kali pula menghibur tentara di garis depan.

Tahun 1970 mendirikan Libra Film dan menyutradarai produksi pertamanya yang berjudul “Si Bego Dari Muara Tjondet” (1970). Tahun 1974, ia mendirikan PT Dirgahayu Jaya Film, yang memfokuskan pada pembuatan film dokumentasi. Film “Melawan Badai” tahun 1974, film “Tanah Harapan” tahun 1976, film “Jangan Menangis Mama” tahun 1977 dan film “Christina” di tahun 1977 merupakan produksi perusahaan film ini.




4. Fifi Young (1912-1975)
Aktris film tiga zaman ini lahir di Sungai Liput, Aceh, 12 Januari, dengan nama lengkap Tan Kiem Nio. Ayahnya seorang berkebangsaan Perancis. Fifi terkenal karena kecantikannya, dan  ia pun pandai dalam seni peran dan tari.Ketika mereka bermain di Kuala Lumpur, Gubernur Malaya sering datang menonton, dan dialah yang selalu memimpin seruan, “One, two, three, we want Fifi!”.

Di tahun 1930-an, Nyoo Cheong Seng bergabung dengan kelompok sandiwara keliling Dardanella, sebuah kelompok sandiwara keliling terkenal Indonesia saat itu. Fifi pun menjadi salah satu bintang panggung kelompok itu.

Selama karirnya Fifi Young telah main dalam 87  film. Filmnya yang terakhir adalah “Ranjang Pengantin” yang disutradarai oleh Teguh Karya. Pada saat film porno sedang marak, di awal tahun 1970-an, Fifi termasuk orang yang anti jenis film tersebut.




5. Titien Sumarni (1932-1966)
Titien Sumarni lahir di Surabaya, Jawa Timur, 28 Desember 1932, dan masih memiliki darah ningrat Sumedang. Ia Berkenalan dengan dunia film lewat sutradara Rd. Arifin, yang di perkenalkan oleh Harun Al Rasyid seorang karyawan Studio Golden Arrow.
Titien kemudian di ajak main dalam film Seruni Layu (1951), mendampingi alm. Turino Djunaidi. Menyusul film-filmnya Gadis Olahraga (1951), Sepandjang Malioboro (1951), Puteri Solo dan Gara-gara Hadiah (keduanya tahun 1953), Ayah Kikir dan Lewat Jam Malam (1954) dan bermain dalam 20-an judul film lainnya.


Karena kepopulerannya, aktris yang terkenal dengan tahi lalat di atas bibir kirinya ini dinobatkan sebagai Ratu Layar Lebar, lewat angket yang diadakan oleh beberapa majalah, diantaranya Dunia Film dan Kencana (kentjana).


Tahun 1954 ia mendirikan perusahan film, Titien Sumarni Picture Corporation yang memproduksi beberapa judul film, antara lain, Puteri Dari Medan (1954), Mertua Sinting (1954), Tengah Malam (1955), Sampah (1955) dan Saidjah Puteri Pantai (1956). Diaalah aktris film pertama Indonesia yang memiliki perusahaan film. Kepopulerannya mulai surut, kecemerlangannya pelan-pelan pudar sejak bermain dalam filmya yang terakhir “Janjiku” (1956). Titien Sumarni, meninggal di Bandung, Jawa Barat 15 Mei 1966.


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Postingan Terkait Lainnya: